Senin, 21 Maret 2016

SEPAK BOLA GAJAH

Jakarta - Kejanggalan pada pertandingan PSS Sleman versus PSIS Semarang mau tak mau mengingatkan publik Indonesia pada Piala Tiger 1998. Di ajang tersebut, Indonesia dibuat malu oleh drama sepakbola gajah.

Seperti diberitakan sebelumnya, pertandingan babak delapan besar Divisi Utama antara PSS dan PSIS di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, Minggu (26/10/2014) sore WIB, berlangsung tidak wajar. Laga berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan PSS, tapi kelima gol yang tercipta adalah gol bunuh diri.

Yang membuat pertandingan janggal bukan cuma soal gol bunuh diri yang sampai lima buah itu. Tapi, sepanjang laga, kedua tim tampak tak bersemangat untuk menyerang atau merebut bola dari lawan.

PSS dan PSIS diduga melakukan hal tersebut karena satu alasan yang sama. Mereka, yang sama-sama sudah dipastikan lolos ke babak semifinal, disinyalir tak mau menang demi menghindari posisi juara Grup N. 

Tim yang jadi juara Grup N akan berhadapan dengan runner-up Grup P, Borneo FC, di semifinal. Nah, PSS dan PSIS diduga ingin menghindari Borneo FC dengan alasan yang belum diketahui.

Situasi di atas mirip-mirip dengan kondisi tim nasional Indonesia di Piala Tiger 1998, yang membuat timnas terlibat kejadian memalukan yang sering diingat sebagai tragedi sepakbola gajah.

Saat itu, Indonesia dan Thailand yang masuk Grup A dan sudah dipastikan lolos ke semifinal saling berhadapan pada laga penentuan juara grup. Yang jadi juara grup akan bertemu tuan rumah Vietnam (runner-up Grup B) di semifinal dan yang jadi runner-up akan melawan Singapura (juara Grup B).

Indonesia dan Thailand rupanya sama-sama tak mau bertemu Vietnam dan lebih suka menghadapi Singapura. Vietnam saat itu memang tampil garang di babak grup dan terlihat amat menakutkan. Belum lagi status tuan rumah yang membuat mereka mendapatkan dukungan luar biasa dari para suporternya. Sebaliknya, Singapura dianggap lebih lemah dan bisa dilewati dengan gampang.

Untuk jadi runner-up Grup A, Thailand cukup bermain seri dengan Indonesia. Sementara itu, Indonesia harus kalah kalau ingin jadi runner-up Grup A demi menghindari Vietnam di semifinal.

Hal itu membuat pertandingan di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, menjadi berlangsung tidak normal. Tempo permainan lambat dan kedua tim seperti tak bernafsu menang.

Namun, pertandingan mulai seru ketika Miro Baldo Bento membawa Indonesia unggul pada menit ke-53. Berselang sepuluh menit, Thailand menyamakan kedudukan lewat gol Krisada Piandit.

Aji Santoso mencetak gol kedua untuk Indonesia pada menit ke-83, sebelum Thailand kembali menyamakan skor lewat Therdsak Chaiman tiga menit kemudian.

Di sisa waktu, pemandangan yang sangat aneh terlihat di atas lapangan. Bayangkan, para pemain Thailand malah berusaha memperkuat pertahanan Indonesia ketika para pemain Indonesia memainkan bola di kotak penalti sendiri. 

Akan tetapi, para pemain Thailand kalah cepat dari Mursyid Effendi. Mursyid dengan sengaja menendang bola ke gawang sendiri pada menit ke-90 dan kiper Kurnia Sandy cuma bisa terdiam melihat gawangnya bobol. Indonesia pun kalah 2-3 dari Thailand dan "sukses" menuntaskan misi jadi runner-up Grup A.



FIFA kemudian melakukan penyelidikan terhadap pertandingan janggal itu. Mursyid akhirnya diganjar hukuman larangan main seumur hidup di pentas internasional, sementara Indonesia dan Thailand didenda US$ 40 ribu. Ketua Umum PSSI saat itu, Azwar Anas, yang juga hadir menyaksikan pertandingan, mengundurkan diri sekembalinya ke Jakarta.

Di babak semifinal, Indonesia dan Thailand sama-sama kalah dan tersingkir. Indonesia dikalahkan Singapura 1-2, sementara Thailand dihajar Vietnam 0-3. 

Singapura, yang awalnya diremehkan, di luar dugaan malah jadi juara usai mengalahkan Vietnam 1-0 di final. Itulah kali pertama Singapura jadi juara Asia Tenggara, sebelum belakangan jadi tim tersukses di Piala Tiger (sekarang Piala AFF) dengan koleksi empat trofi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar